UNIVERSITAS NAROTAMA

Thursday, November 12, 2020

ETIKA BISNIS TUGAS UTS ELINA NAROTAMA 2020

 

ETIKA BISNIS

TUGAS UTS ELINA NAROTAMA

MOCH. RISAL ASRORI /01217011

MANAJEMEN B

SOAL :

Sebutkan dan ulaslah secara singkat sedikitnya 5 kasus pelanggaran etika bisnis selama tahun 2019 - 2020 di Indonesia.

(Apa kasusnya, siapa pelaku yang melanggar & siapa yang dirugikan, apa jenis pelanggarannya dan ulasan dasar hukum pelanggarannya, bagaimana yang seharusnya )

1.            Jawaban dikirimkan paling lambat hari KAMIS tanggal 12 November 2020 jam 24.00 wib. Dengan kode uts etbis B/gasal 2020

2.            Jawaban diunggah ke blog mahasiswa

3.            Di kirim ke email dosen dan sertakan nama+nim+kelas +alamat blog mahasiswa.

4.            SERTAKAN JUGA ALAMAT TUGAS TUGAS LAIN YANG TELAH TERUNGGAH DI BLOG MAHASISWA

JAWAB :

Berdasarakan pada soal diatas,maka ditemukan studi kasus sebagai berikut :

1.       STUDI KASUS 1

PT APL Banjar PHK Sepihak Karyawan

 

Penulis Redaksi -22 Mei 201901056

Berbagi di Facebook Tweet di Twitter 

 

Modusinvestigasi.com | Banjar | Team KMI

 

Salah satu contoh kasus tentang pelanggaran etika adalah kasus PHK sepihak yang menimpa Bapak Roestomo,  PT  APL industri kayu telah bekerja selama 17 tahun sebagai security di PT APL secara terus menerus tanpa putus, namun dia tidak diakui sebagai karyawan tetap oleh perusahaan tersebut.

 

Pada tanggal 3/03/2019, perusahaan/ kepala personalia ,sebut saja (SM) melakukan pemutusan/pengakhiran hubungan kerja (PHK) terhadap Roestomo tanpa pemberitahuan, tanpa alasan, tanpa adanya kesalahan, dan tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

 

Bukan hanya itu, Roestomo disuruh bikin verklaring tanggal 03/2018. s/d 03/2019 berarti 1 Tahun , yang seharusnya, ( 2002 s/d 2019 ). Roestomo bekerja selama 12 jam, di bayar hanya  8 jam ,kemudian waktu yang 4 jam itu di kemanakan ?. Bapak Roestomo mau di kasih pesangon Rp 3,9 juta, bahkan di berhentikan juga sama personalia ,” tandasnya.

 

Artikel : http://modusinvestigasi.com/pt-apl-banjar-phk-sepihak-karyawan/

 

Berdasarkan studi kasus diatas, dapat disimpulkan beberapa informasi sebagai berikut :

 

1.       Apa pelanggaran etika yang terjadi  : PT APL Banjar PHK Sepihak Karyawan

2.       Siapa pelaku pelanggaran                     : PT APL Banjar

3.       Siapa yang dirugikan                               : Pihak Karyawan

4.       Jenis Pelanggaran                                    : Pelanggaran etika terhadap hak- hak karyawan

5.       Dasar Hukum Pelanggaran                   :

Pemberhentian secara Sepihak

Jika Anda merupakan pegawai tetap berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”), maka mengenai pemutusan hubungan kerja (“PHK”) mekanismenya diatur dalam Pasal 161 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Syarat untuk melakukan PHK, yaitu:

Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.

 

Pada dasarnya melalui Pasal 151 ayat (1) UU Ketenagakerjaan telah disebutkan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK.

 

Jika PHK tidak bisa dihindarkan, tetap wajib  dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

 

Melihat hal tersebut, berarti PHK harus dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu. Barulah apabila hasil perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

 

Adapun lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dimaksud adalah mediasi hubungan industrial, konsiliasi hubungan industrial, arbitrase hubungan industrial dan pengadilan hubungan industrial.

 

Di Pasal 155 ayat (1) UU Ketenagakerjaan disebutkan jika PHK tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial  akan menjadi batal demi hukum. Artinya, PHK sepihak tersebut dianggap tidak pernah terjadi dan selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.

 

Jika melihat ke dalam kasus Anda, terhadap tindakan perusahaan memutuskan sepihak, berarti demi hukum Anda masih menjadi pegawai perusahaan tersebut. Anda tetap harus bekerja dan perusahaan tetap harus membayarkan upah Anda selama belum ada keputusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

 

Sedangkan, Jika Anda pekerja kontrak berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”), maka apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

 

Menurut Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan perjanjian kerja berakhir apabila:

pekerja meninggal dunia;

berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (untuk PKWT);

adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

 

Jika perusahaan melakukan PHK secara sepihak/sewenang-wenang, maka langkah yang dapat ditempuh adalah melaporkan tindakan perusahaan kepada instansi ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota karena merupakan pengawas ketenagakerjaan berdasarkan Pasal 178 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

 

Apabila tidak menemukan penyelesaian yang baik, barulah kemudian Anda dapat menempuh langkah dengan memperkarakan PHK yang sewenang-wenang ke pengadilan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”).

6.       Hal yang seharusnya di lakukan :

Berdasarkan pada kasus diatas, seharusnya PHK secara sepihak tidak dilakukan. Jikalaupun harus terjadi maka harus terdapat negosiasi keduah belah pihak anatara perusahaan dengan karyawan. Dan jika hasil perundingan, mengharuskan karyawan mengalami phk maka perusahaan harus mampu memenuhi segala kewajiban seperti memberikan tunjangan PHK, pesangon, dsb. Karna jika hal tersebut dilanggar, maka akan berakibat pada pelanggaran prinsip-prinsip etika bisnis yang ada seperti :

1.       prinsip keadilan

dalam hal ini dalam kegiatan bisnis semua pihak yang terlibat dalam bisnis yang memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan prinsip etika bisnis ini, semua pihak yang terlibat harus berkontribusi pada keberhasilan bisnis yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Prinsip keadilan mendorong semua pihak agar dapat terlibat dalam bisnis, baik hubungan internal maupun hubungan eksternal. Setiap pihak akan menerima perlakuan yang sama sesuai dengan haknya masing-masing. Sementara dalam kasus ini hak-hak karyawan tidak dipenuhi semestinya.

2.       Prinsip Saling Menguntungkan

Prinsip saling menguntungkan berarti bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan harus dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Sementara dalam hal ini terjadi keputusan secara sepihak, sehingga karyawan yang mengalami dampanya.

Dan adapun pelanggaran ini dapat berakibat pada penurunan citra perusahaan, kehilangan kepercayaan perusahaan terhadap konsumen, hingga dapat berakibat pada sanksi denda serta dapat berujung pada penutupan usaha.

 

2.       STUDI KASUS 2

 

Pelanggaran Pabrik Korek Api di Binjai, Dari Pekerja Bawah Umur Hingga Tak Ada Pintu Belakang

Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan enam pelanggaran itu menjadi pijakan pengawas untuk menyelesaikan kasus ketenagakerjaan di perusahaan tersebut.

 

Bisnis.com, JAKARTA —Tim gabungan pengawas ketenagakerjaan menemukan enam pelangaran ketenagakerjaan di pabrik korek api milik PT Kiat Unggul, yang terbakar pada Jumat lalu.

 

Tim pusat dan daerah tersebut sudah menyelesaikan investigasi tahap awal di pabrik yang berlokasi Desa Sabirejo, Binjai, Langkat, Sumatra Utara tersebut. Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan enam pelanggaran itu menjadi pijakan pengawas untuk menyelesaikan kasus ketenagakerjaan di perusahaan tersebut. Tiap pelanggaran, tegasnya, harus ditindak.

 

Pertama, perusahaan tidak memberikan perlindungan kepada pekerja terkait kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik. Kedua, didapati perusahaan mempekerjakan pekerja anak atas nama Rina umur 15 tahun.

 

Ketiga, perusahaan belum membuat wajib lapor ketenagakerjaan untuk lokasi kejadian. Diketahui, pabrik tersebut merupakan cabang dari PT Kiat Unggul yang berada di Jalan Medan—Binjai KM 15,7, Kabupaten Deliserdang.

 

 

Perusahaan tidak melaporkan keberadaan cabang perusahaan tersebut kepada Dinas Ketenagakerjaan, sehingga keberadaannya tak tercatat oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara. Perusahaan masuk kategori ilegal.

 

Keempat, perusahaan membayar upah tenaga kerja lebih rendah dari ketentuan upah minimum Kabupaten Langkat. Kelima, perusahaan belum mengikut sertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.

 

Keenam, perusahaan belum melaksanakan sepenuhnya syarat-syarat Keselamatan Kesehatan Kerja (K3). Dari olah tempat kejadian perkara, diketahui sumber api berasal dari pintu belakang yang menjadi akses keluar masuk pekerja, sedangkan pintu depan terkunci sehingga saat terjadi kebakaran para pekerja tak bisa keluar menyelamatkan diri karena tidak ada jalur evakuasi.

 

Perusahaan juga tidak memiliki alat pemadam kebakaran dan sirkulasi udara yang memenuhi syarat. Pabrik tidak dilengkapi fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), tidak tersedia alat pelindung diri (APD), serta berbagai pelanggaran lain.

 

Secara terpisah, Pelaksana Harian Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PNK3), Amarudin mengatakan, dari 30 korban meninggal, hanya satu pekerja yang telah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan yakni atas nama Gusliana. Ahli waris akan mendapatkan santunan kecelakaan kerja dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp150,4 juta.

 

Untuk santunan ahli waris pekerja yang belum terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, Dinas Tenaga Kerja Sumatra Utara akan membuat penetapan yang menyatakan para korban sebagai korban kecelakaan kerja, agar ahli waris korban mendapatkan santunan kecelakaan kerja sesuai ketentuan yang berlaku. Kebakaran pabrik mengakibatkan 30 orang meninggal dunia. Mereka terdiri dari 24 pekerja borongan termasuk di dalamnya seorang pekerja anak atas nama Rina (15 tahun), lima anak sebagai pekerja borongan serta seorang adik pekerja yang sedang berkunjung ke pabrik tersebut. Terdapat empat pekerja yang selamat dari insiden tersebut.

 

Artikel : https://ekonomi.bisnis.com/read/20190625/12/937438/pelanggaran-pabrik-korek-api-di-binjai-dari-pekerja-bawah-umur-hingga-tak-ada-pintu-belakang

 

 

 

 

 

Berdasarkan studi kasus diatas, dapat disimpulkan beberapa informasi sebagai berikut :

 

1.       Apa pelanggaran etika yang terjadi  : Pelanggaran Pabrik Korek Api di Binjai, Dari Pekerja Bawah Umur Hingga Tak Ada Pintu Belakang

2.       Siapa pelaku pelanggaran                     : pabrik korek api milik PT Kiat Unggul

3.       Siapa yang dirugikan                               : Pihak Karyawan

4.       Jenis Pelanggaran                                    : Pelanggaran etika terhadap hak karyawan seperti tidak diberikannya jaminan asuransi kerja, pekerja dibawah umur, design bangunan yang tidak memadai, dan tidak lengkapnya surat perijinan usaha.

5.       Dasar Hukum Pelanggaran                   :

 

Undang-undang Ketenagakerjaan pasal 68 menegaskan bahwa Pengusaha dilarang memperkerjakan anak dibawah umur, yang berdasarkan ketentuan adalah anak yang usianya dibawah 18 tahun. Ancaman bagi pengusaha atau perusahaan yang masih mempekerjakan anak yang belum berusia 18 tahun adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak Rp. 400 juta. Sehingga jelas mempekerjakan anak di bawah umur dapat dipidana.

 

Menurut Pasal 108 ayat (1) UUK, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh minimal 10 orang wajib membuat PP. PP tersebut berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang  ditunjuk. Namun, kewajiban membuat PP tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Hal tersebut sesuai dengan Pasal 108 ayat (2) UUK. Bagi yang melanggar, sanksinya tidak ringan. Menurut Pasal 188 UUK, Perusahaan yang tidak memiliki PP akan dikenakan sanksi pidana berupa denda antara Rp5 juta sampai Rp50 juta. Tindak pidana yang dimaksud adalah tindak pidana pelanggaran.

 

Di sisi lain, pembuatan PP tidak boleh sembarangan, terdapat ketentuan yang harus dipenuhi. Menurut  Pasal 109 UUK, PP dibuat dan dipertanggungjawabkan oleh pengusaha dengan mempertimbangkan saran/pertimbangan dari wakil pekerja/buruh. Menurut Pasal 110 UUK, jika sudah terbentuk serikat pekerja/buruh, maka yang mewakili adalah pengurus serikat tersebut. Jika serikat belum terbentuk, maka yang mewakili adalah pekerja/buruh yang terpilih secara demokratis.

 

Menurut Pasal 111 UUK, PP minimal harus memuat: hak dan kewajiban pengusaha ; hak dan kewajiban pekerja/buruh; syarat kerja; tata tertib perusahaan; dan jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.

 

6.       Seharusnya :

Berdasarkan dari studi kasus diatas ada beberapa hal yang harus di patuhi :

-          Pengurusan perizinan usaha baik pendirian perusahaan baru maupun pembukaan cabang

-          Pembuatan peraturan perusahaan yang sesuai dengan uu ketenagakerjaan yang ada.

-          Tidak memperkerjakan karyawan dibawah umur.

-          Mendirikan perusahaan sesuai prosedur amdal yang ada.

Jika tidak di patuhi beberapa poin yang telah saya sebutkan. Maka dapat berakibat pada penutupan perusahaan serta pencabutan izin usaha karna sudah tidak sesuai dengan s.o.p / peraturan UU yang ada dan juga sebagai pelanggaran prinsip – prinsip etika bisnis seperti prinsip kejujuran, prinsip saling menguntungkan, prinsip keadilan.

 

3.       STUDI KASUS 3

Pelanggaran Etika yang Dilakukan Uniqlo Terhadap Pekerjanya

7 April 2019   22:07 Diperbarui: 7 April 2019   22:55  10680  0 0

 

 

Pelanggaran etika yang dilakukan Uniqlo terhadap pekerjanya

 

Akhir akhir ini terjadi pelanggaran etika yang di lakukan oleh perusahaan terhadap pekerjanya. Selain pelanggaran yang berpengaruh kepada lingkungan yaitu pembuangan limbah sisa-sisa produksi yang di buang sembarangan, dan hasil gas pembuangan yang menyebabkan polusi udara yang menimbulkan bau yang tidak sedap,  terjadi pula pelanggaran-pelanggaran etika yang di lakukan oleh perusahaan seperti pemutusan kontrak secara sepihak terhadap karyawan dan tidak di bayarkanya gaji karyawan yang sudah menjadi haknya dalam bekerja.

 

Perusahaan fast retailing ini merupakan perusahaan brand pakaian yang terkenal di Indonesia maupun di dunia, nama perusahaanya adalah UNIQLO. Uniqlo adalah perusahaan yang berasal dari Jepang yang bergerak pada bidang perencanaan produk, produksi, dan distribusi pakaian kasual. Uniqlo merupakan singkatan dari Unique Clothing yang di dirikan oleh seorang pengusaha yang bernama Tadashi Yanai pada 7 Februari 1949. Perusaahan ini sudah sangat lama menekuni di bidang pakaian yang sudah terbukti menghasilkan produk-produk yang berkualitas terbaik, selain itu perusahaan ini selalu menghadirkan inovasi-inovasi terbaru yang banyak disukai oleh para konsumennya. Karena hal itulah Uniqlo menjadi brand pakaian yang sangat besar di dunia.

 

Namun, pada akhir akhir ini terdengar kasus yang sangat kurang mengenakan yang dilakukan oleh perusahaan fashion tersebut. Pelanggaran itu adalah pemutusan hubungan kerja secara sepihak tanpa adanya informasi yang di berikan oleh pihak perusahaan kepada para pekerjanya. Selain itu mereka juga tidak membayarkan gaji dan tidak memberikan pesangon kepada para pekerjanya yang telah di putus kontrak kerjanya. Pemutusan kontrak terjadi terhadap sekitar 2000 orang yang mayoritas adalah pekerja perempuan setelah penutupan  pabrik Jaba Garmindo yang sangat mendadak pada tahun 2015. Jaba Garmanindo adalah pemasok utama pada Uniqlo, menurut Clean Clothes yang di kutip dari situs viva.co.id baru -- baru ini.

 

 

Dampak dari pemutusan kontrak secara sepihak tersebut juga di alami oleh pekerja yang berasal dari Indonesia yaitu Warni dan Yayat. Keduanya merupakan pekerja dari Jaba Garmindo yang tidak membayarkan gaji karyawannya karena adanya pemutusan kontrak oleh Uniqlo. Para pekerja tersebut menuntut kepada Uniqlo agar memberikan kejelasan terhadap gaji yang tidak di bayarkan kepada para pekerjanya. Warni dan Yayat melakukan demo Bersama perkerja lainya yang juga terkena pemutusan kontrak tersebut di depan toko Uniqlo yang akan dibuka di Denmark. Rencananya pembukaan itu yang rencanya akan di hadiri oleh pendiri dari Uniqlo yaitu Tadashi  Yanai dan mereka akan menuntut untuk di bayarkan gaji yang tidak diberikan oleh perusahaan tersebut. Namun pihak Uniqlo tetap masih menolak untuk membayarkannya.

 

Melihat kasus yang terjadi pada Uniqlo, semestinya mereka tidak melakukan pelanggaran etika tersebut yang sudah sangat melukai banyak pekerjanya. Selain perusahaan yang tidak melakukan pelanggaran terhadap pekerja dan lebih memperhatikan hak-hak pekerjanya, pemerintah juga harus ikut andil dalam kasus-kasus yang melanggar hak pekerjanya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu membuat peraturan yang menjadi jaminan agar para pekerja merasa aman. Dan juga pemerintah melakukan tindakan-tindakan terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap pekerja dengan memberikan sanksi atau pun bahkan bisa mencabut izin perusahaan tersebut.

 

Berdasarkan studi kasus diatas, dapat disimpulkan beberapa informasi sebagai berikut :

 

1.       Apa pelanggaran etika yang terjadi  : Pelanggaran Etika yang Dilakukan Uniqlo Terhadap Pekerjanya

2.       Siapa pelaku pelanggaran                     : PT. Uniqlo

3.       Siapa yang dirugikan                               : Pihak Karyawan

4.       Jenis Pelanggaran                                    : Pelanggaran etika terhadap hak- hak karyawan

5.       Dasar Hukum Pelanggaran                   :

Pemberhentian secara Sepihak

Jika Anda merupakan pegawai tetap berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”), maka mengenai pemutusan hubungan kerja (“PHK”) mekanismenya diatur dalam Pasal 161 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Syarat untuk melakukan PHK, yaitu:

Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.

 

Pada dasarnya melalui Pasal 151 ayat (1) UU Ketenagakerjaan telah disebutkan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK.

 

Jika PHK tidak bisa dihindarkan, tetap wajib  dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

 

Melihat hal tersebut, berarti PHK harus dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu. Barulah apabila hasil perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

 

Adapun lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dimaksud adalah mediasi hubungan industrial, konsiliasi hubungan industrial, arbitrase hubungan industrial dan pengadilan hubungan industrial.

 

Di Pasal 155 ayat (1) UU Ketenagakerjaan disebutkan jika PHK tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial  akan menjadi batal demi hukum. Artinya, PHK sepihak tersebut dianggap tidak pernah terjadi dan selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.

 

Jika melihat ke dalam kasus Anda, terhadap tindakan perusahaan memutuskan sepihak, berarti demi hukum Anda masih menjadi pegawai perusahaan tersebut. Anda tetap harus bekerja dan perusahaan tetap harus membayarkan upah Anda selama belum ada keputusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

 

Sedangkan, Jika Anda pekerja kontrak berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”), maka apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

 

Menurut Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan perjanjian kerja berakhir apabila:

pekerja meninggal dunia;

berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (untuk PKWT);

adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

 

Jika perusahaan melakukan PHK secara sepihak/sewenang-wenang, maka langkah yang dapat ditempuh adalah melaporkan tindakan perusahaan kepada instansi ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota karena merupakan pengawas ketenagakerjaan berdasarkan Pasal 178 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

 

Apabila tidak menemukan penyelesaian yang baik, barulah kemudian Anda dapat menempuh langkah dengan memperkarakan PHK yang sewenang-wenang ke pengadilan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”).

6.       Hal yang seharusnya di lakukan :

Berdasarkan pada kasus diatas, seharusnya PHK secara sepihak tidak dilakukan. Jikalaupun harus terjadi maka harus terdapat negosiasi keduah belah pihak anatara perusahaan dengan karyawan. Dan jika hasil perundingan, mengharuskan karyawan mengalami phk maka perusahaan harus mampu memenuhi segala kewajiban seperti memberikan tunjangan PHK, pesangon, dsb. Karna jika hal tersebut dilanggar, maka akan berakibat pada pelanggaran prinsip-prinsip etika bisnis yang ada seperti :

3.       prinsip keadilan

dalam hal ini dalam kegiatan bisnis semua pihak yang terlibat dalam bisnis yang memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan prinsip etika bisnis ini, semua pihak yang terlibat harus berkontribusi pada keberhasilan bisnis yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Prinsip keadilan mendorong semua pihak agar dapat terlibat dalam bisnis, baik hubungan internal maupun hubungan eksternal. Setiap pihak akan menerima perlakuan yang sama sesuai dengan haknya masing-masing. Sementara dalam kasus ini hak-hak karyawan tidak dipenuhi semestinya.

4.       Prinsip Saling Menguntungkan

Prinsip saling menguntungkan berarti bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan harus dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Sementara dalam hal ini terjadi keputusan secara sepihak, sehingga karyawan yang mengalami dampanya.

Dan adapun pelanggaran ini dapat berakibat pada penurunan citra perusahaan, kehilangan kepercayaan perusahaan terhadap konsumen, hingga dapat berakibat pada sanksi denda serta dapat berujung pada penutupan usaha.

4.       STUDI KASUS 4

Ratusan Orang Kena PHK Pabrik Aice, Ternyata Ada Pelanggaran

NEWS - Ferry Sandi, CNBC Indonesia 11 March 2020 12:55

 

Kemenaker mengakui ada pelanggaran dalam sengketa hubungan industrial di pabrik Aice.

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus sengketa  hubungan industrial termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) ratusan pekerja PT. Alpen Food Industry (AFI), produsen es krim Aice akhirnya diinvestigasi kementerian ketenagakerjaan (Kemenaker).

 

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah telah mengirimkan tim khusus pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan pemeriksaan atau investigasi terhadap PT. Alpen Food Industry (AFI), perusahaan yang memproduksi es krim AICE yang berlokasi di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Hasilnya memang ada pelanggaran.

 

Plt. Dirjen Pembinaan pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3)  Iswandi Hari sebelumnya menanggapi adanya laporan dan informasi pengaduan terkait perusahaan PT AFI dari serikat pekerja/buruh maupun dari masyarakat. Ia bilang berdasarkan laporan dari tim pengawas ketenagakerjaan, diinformasikan sementara ini bahwa ada tenaga kerja sekitar 1.206 orang di antaranya terdapat pekerja perempuan. "Kita temukan beberapa pelanggaran yang harus diperbaiki", kata Iswandi, dalam pernyataan resminya, dikutip Rabu (11/3) Menurutnya tim khusus ini terus melakukan pendalaman, pemeriksaan berkas, dan permintaan keterangan dari Pengusaha/pengurus perusahaan, pekerja dan anggota SP/SB terdapat temuan yang melanggar ketentuan.

 

"Segera akan ditindaklanjuti, baik melalui nota pemeriksaan dan tahapan penyidikan. Termasuk kemungkinan diberikan sanksi tegas," kata Iswandi. Para buruh PT AFI  mengaku mengalami banyak hal yang memprihatinkan selama proses bekerja. Juru bicara Juru bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) yang menaungi ratusan buruh perusahaan itu, Sarinah menyebut, banyak kasus yang mendera para buruh.

 

Di antaranya buruh hamil yang masih diminta bekerja pada malam hari hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh pihak perusahaan. Aksi mogok tersebut dilakukan pada 21-28 Februari 2020 lalu untuk protes dugaan pelanggaran manajemen.

 

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200311124301-4-144032/ratusan-orang-kena-phk-pabrik-aice-ternyata-ada-pelanggaran

 

Berdasarkan studi kasus diatas, dapat disimpulkan beberapa informasi sebagai berikut :

 

1.       Apa pelanggaran etika yang terjadi  : Pelanggaran Etika yang Dilakukan PT AFI Terhadap Pekerjanya

2.       Siapa pelaku pelanggaran                     : PT. AFI

3.       Siapa yang dirugikan                               : Pihak Karyawan

4.       Jenis Pelanggaran                                    : Pelanggaran etika terhadap hak- hak karyawan

5.       Dasar Hukum Pelanggaran                   :

Pemberhentian secara Sepihak

Jika Anda merupakan pegawai tetap berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”), maka mengenai pemutusan hubungan kerja (“PHK”) mekanismenya diatur dalam Pasal 161 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Syarat untuk melakukan PHK, yaitu:

Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.

 

Pada dasarnya melalui Pasal 151 ayat (1) UU Ketenagakerjaan telah disebutkan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK.

 

Jika PHK tidak bisa dihindarkan, tetap wajib  dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

 

Melihat hal tersebut, berarti PHK harus dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu. Barulah apabila hasil perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

 

Adapun lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dimaksud adalah mediasi hubungan industrial, konsiliasi hubungan industrial, arbitrase hubungan industrial dan pengadilan hubungan industrial.

 

Di Pasal 155 ayat (1) UU Ketenagakerjaan disebutkan jika PHK tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial  akan menjadi batal demi hukum. Artinya, PHK sepihak tersebut dianggap tidak pernah terjadi dan selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.

 

Jika melihat ke dalam kasus Anda, terhadap tindakan perusahaan memutuskan sepihak, berarti demi hukum Anda masih menjadi pegawai perusahaan tersebut. Anda tetap harus bekerja dan perusahaan tetap harus membayarkan upah Anda selama belum ada keputusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

 

Sedangkan, Jika Anda pekerja kontrak berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”), maka apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

 

Menurut Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan perjanjian kerja berakhir apabila:

pekerja meninggal dunia;

berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (untuk PKWT);

adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

 

Jika perusahaan melakukan PHK secara sepihak/sewenang-wenang, maka langkah yang dapat ditempuh adalah melaporkan tindakan perusahaan kepada instansi ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota karena merupakan pengawas ketenagakerjaan berdasarkan Pasal 178 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

 

Apabila tidak menemukan penyelesaian yang baik, barulah kemudian Anda dapat menempuh langkah dengan memperkarakan PHK yang sewenang-wenang ke pengadilan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”).

 

6.       Hal yang seharusnya di lakukan :

Berdasarkan pada kasus diatas, seharusnya PHK secara sepihak tidak dilakukan. Jikalaupun harus terjadi maka harus terdapat negosiasi keduah belah pihak anatara perusahaan dengan karyawan. Dan jika hasil perundingan, mengharuskan karyawan mengalami phk maka perusahaan harus mampu memenuhi segala kewajiban seperti memberikan tunjangan PHK, pesangon, dsb. Karna jika hal tersebut dilanggar, maka akan berakibat pada pelanggaran prinsip-prinsip etika bisnis yang ada seperti :

1.       prinsip keadilan

dalam hal ini dalam kegiatan bisnis semua pihak yang terlibat dalam bisnis yang memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan prinsip etika bisnis ini, semua pihak yang terlibat harus berkontribusi pada keberhasilan bisnis yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Prinsip keadilan mendorong semua pihak agar dapat terlibat dalam bisnis, baik hubungan internal maupun hubungan eksternal. Setiap pihak akan menerima perlakuan yang sama sesuai dengan haknya masing-masing. Sementara dalam kasus ini hak-hak karyawan tidak dipenuhi semestinya.

2.       Prinsip Saling Menguntungkan

Prinsip saling menguntungkan berarti bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan harus dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Sementara dalam hal ini terjadi keputusan secara sepihak, sehingga karyawan yang mengalami dampanya.

Dan adapun pelanggaran ini dapat berakibat pada penurunan citra perusahaan, kehilangan kepercayaan perusahaan terhadap konsumen, hingga dapat berakibat pada sanksi denda serta dapat berujung pada penutupan usaha.

5.       STUDI KASUS 5

 

Kasus Pelanggaran Etika Bisnis oleh PT Megasari Makmur

7 April 2019   13:34 Diperbarui: 7 April 2019   13:38  45605  0 0

 

Kita tahu bahwa pada saat ini  banyak sekali produk produk obat nyamuk, salah satunya yang terkenal  adalah Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT.Megasari Makmur. Obat nyamuk ini pun pertama kali di produksi pada tahun 1996. Selain obat nyamuk, PT Megasari Makmur juga memproduksi banyak produk lainnya seperti pengharum ruangan dan juga tisu basah. Obat nyamuk HIT ini pun terkenal sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tahan lama. Oleh sebab itulah obat nyamuk HIT ini terkenal di kalangan masyarakat indonesia.

 

Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT. Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.

 

HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.

 

Berdasarkan studi kasus diatas, dapat disimpulkan beberapa informasi sebagai berikut :

 

1.       Apa pelanggaran etika yang terjadi  : Kasus Pelanggaran Etika Bisnis oleh PT Megasari Makmur

2.       Siapa yang dirugikan                               : masyarakat

3.       Jenis Pelanggaran                                    : Pelanggaran etika terhadap Kualitas Produk

4.       Dasar Hukum Pelanggaran                   :

Jika dilihat menurut UUD, PT Megarsari Makmur sudah melanggar beberapa pasal, yaitu :

 

Pasal 4, hak konsumen adalah :

Ayat 1 : "hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa".

 

Ayat 3 : "hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa".

 

Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :

Ayat 2 : "memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan"

 

Pasal 8

 

Ayat 1 : "Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan"

 

Ayat 4 : "Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran"

 

Pasal 19 :

Ayat 1 : "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan"

 

Ayat 2 : "Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku"

 

Ayat 3 : "Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi"

 

5.       Seharusnya :

Perusahaan tidak menciptakan produk yang mengandung bahan berbahaya sekalipun dalam konsep agar produk tersebut dapat memiliki kualitas produk yang handal. Pembuatan produk haruslah terlebih dahulu di analisa baik dari segi bahan baku pembuatan, design, hingga dampak / efek dari produk yang telah kita ciptakan. Jika sudah terlanjur maka hal yang harus di lakukan cabut edar penjualan, penggantian produk dengan produk baru yang lebih inovatif dan lebih safety.

No comments:

Post a Comment

TUGAS ETIKA BISNIS : PERNYATAAN DIRI BERSEDIA MENJADI TAULADAN BAGI MASYARAKAT

ETIKA BISNIS TUGAS VIDEO PERNYATAAN DIRI MOCH. RISAL ASRORI / 01217011 MANAJEMEN B berikut Link Tugas Video Saya  https://youtu.be/oDYBNc3A9...